Jumat, 04 Juni 2010

Penilaian Kerusakan Penyakit Tanaman

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
“Penilaian Kerusakan Penyakit Tanaman”






OLEH :
DESPA EKA SUSANTI
05081004029



JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2010

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tanaman cabai ( Capsicum annum L. ) merupakan tanaman semak yang tergolong sebagai tanaman tahunan, tetapi umumnya diusahakan sebagai tanaman setahun baik di daerah – daerah beriklim sedang maupun di daerah tropis. Tanaman cabai berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan tanaman rempah – rempah yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Cabai dikenal di seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena peranannya yang penting didalam masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara – negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan negara Asia lainnya seperti India, Kore dan Cina ( Vos, 1994 ).
Seperti halnya tanaman budidaya yang lain pengusaha tanaman cabai yang intensif dan meliputi areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan beberapa jenis hama, sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama dan penyakit merupakan pembatas produksi utama. Hama - hama yang penting pada tanaman cabai antara lain Apis (Aphis gossypii Sulz) ( Homoptera, Aphididae ), Thrips ( Thrips parvispinus Karny ) (Thysanoptera, Thrips) dan lalat buah cabai ( Dacus dorsalis Hend ) (Diptera, Tephritidae) ( Setiadi, 1990, Mudjiono,dkk. 1991).
Penyakit yang penting pada tanaman cabai antara lain adalah penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici ) dan penyakit bercak daun ( Cercospora capsici ) (Semangun, 1989, Choli, dan Latif Abadi, 1991). Menurut Vos, 1994 besarnya kehilangan hasil oleh serangan satu atau lebih hama dan penyakit berkisar anatara 12 – 65 %.
Gulma selalu ada disekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh pada tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi antara tanaman dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan menyebabkan rendahnya produksi, baik secara kwalitatif maupun kwantitatif. Tingginya penurunan hasil panen yang disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama. Gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan selama masa pertumbuhan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu hal yang sangat penting (Moenandir, 1988).
Tingginya kehilangan hasil jika gulma tidak dikendalikan tergantung kepada : kerapatan gulma dengan tanaman utama, spesies gulma, jenis tanaman, teknik bercocok tanam, tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dalam tanah. Persaingan yang timbul atas kehadiran gulma pada areal pertanaman mencakup udara dan penguasaan ruang, hal ini terjadi karena gulma dan tanaman utama tumbuh bersama dalam suatu areal.
Penanaman cabai di lahan yang belum dimanfaatkan ( lahan subur ) merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Masalah – masalah dengan kesehatan tanaman menyebabkan penggunaan pestisida sangat intensif pada daerah produksi cabai. Penggunaan pestisida kadang- kadang sangat tinggi. Suatu analisa ekonomi usaha tani di Brebes menunjukkan bahwa 51% dari biaya sarana produksi (termasuk tenaga kerja) hanya digunakan untuk membelanjakan pestisida saja (Basuki, 1988). Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan pestisida dapat menyebabkan masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan : Pencemaran tanah dan air, adanya resiko tinggi keracunan residu pestisida yang tinggi pada produk – produk yang dipasarkan dan biaya produksi tinggi (Vos, 1994).
Asandhi ( 1994 dalam Vos, 1994 ) menjelaskan bahwa di dalam usaha mengembangkan usaha tani yang berwawasan lingkungan, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang pada dasarnya adalah : Pertama menanam tanaman sehat sesuai dengan agroekosistemnya sejak dari pemilihan benih/ bibit yang sehat, secara persemaian, cara tanam sampai pemupukannya, sehingga dengan demikian populasi hama tetap di bawah ambang kendali. Konsep kedua adalah pemanfaatan musuh alami. Ketiga adalah konsep ambang kendali dimana baru akan digunakan apabila populasi hama telah mencapai atau melampaui ambang kendali.

b. Tujuan
Untuk memberikan informasi mengenai penentuan tingkat kerusakan mutlak dan tingkat kerusakan bervariasi dari suatu tanaman yang terserang patogen dan cara pengendalian penyakit pada tanaman.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


a. Sistematika Tanaman

Kingdom       : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  :Spermatophyta(Menghasilkan biji)
Divisi             :Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga)
Kelas             :Magnoliopsida(berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas     :Asteridae
Ordo             :Solanales
Famili           :Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus           :Capsicum
Spesies         : Capsicum annum L.

b. Botani Tanaman
Tanaman cabai termasuk tanaman semusim terdiri tegak dan berbentuk perdu, tinggi berkisar antara 0,65 – 0,75 m. Tanaman dewasa bertauk lebar tajuk berukuran 0,65 – 1 m. Tanaman ini berumah satu dan dapat melakukan penyerbukan sendiri.
Perakaran tanaman cabai dangkal dengan kedalaman berkisar 45 cm. Penyebaran kearah samping berkisar 30 – 40 cm. Batang utama berwarna coklat hijau berkayu panjang antara 20 – 28 cm dengan diameter 1,5 – 2,5 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5-7 cm, diameter percabangan lebih kecil dari batang utama berkisar 0,5 -1 cm. Dan terdiri atas tangkai dan tulang daun dan helai daun. Panjang tangkai daun antara 2 – 5 cm berwarna hijau, tangkai daun berkembang sekaligus ibu tulang daun, panjang daun 10 – 15 cm dengan lebar 4 -5 cm.
Bunga cabai berkelamin dua (hemaprodit) dalam satu bunga terdiri satu alat kelamin jantan dan betina. Bunga tersusun di atas tangkai bunga terdiri atas dasar bunga,kelopak bunga, mahkota bunga. Letak bunga menggantung, panjang 1 – 1,5 cm, panjang tangkai bunga 1 -2 cm. Bakal buah berwarna kelabu dan pangkal berwarna putih. Putik berwarna putih bening, panjang 0,5 cm kepala putik berwarna hijau
Buah cabai merupakan buah sejati tunggal terdiri dari satu bunga dan satu bakal buah. Permukaan buah rata dan licin, yang telah tua berwarna merah mengkilat, panjang buah berkisar antara 9 – 15 cm dengan diameter 1 – 1,75 cm dengan berat bervariasi (Nawaningsih, dkk, 1998).

c. Syarat Tumbuh
Budidaya cabai memang tergolong beresiko tinggi. Namun resiko ini bisa diminimalisir dengan memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan budidayanya. Salah satunya adalah dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman cabai tersebut.
Syarat tumbuh cabai ditentukan oleh dua hal yaitu iklim dan tanah.
Iklim
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1500 – 2500 mm/ tahun dengan distribusi merata. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan kelembabannya tinggi.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 16o C – 32o C. Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah. Pada saan pembungaan sampai dengan pemasakan buah cahaya matahari harus cukup ( 10-12 jam ).
Kelembaban yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.

Tanah
Tanaman cabai sebaiknya ditanam pada tanah remah/ gembur dan banyak mengandung unsur hara. Cabai tumbuh optimal di tanah regosol dan andosol. Penambahan bahan organik, seperti pupuk kandang dan kompos, saat pengolahan tanah atau sebelum penanaman dapat diaplikasikan untuk memperbaiki struktur tanah serta mengatasi tanah yang kurang subur atau miskin unsur hara.
Sebaiknya pilih lahan penanaman yang agak miring untuk menghindari genangan air. Namun, tingkat kemiringan lahan tidak lebih dari 25%. Lahan yang terlalu miring menyebabkan erosi dan hilangnya pupuk, karena tercuci oleh air hujan. Tanah yang terlalu datar harus dibuatkan saluran pembuangan air. Lahan penanaman harus terbuka atau tidak ada naungan.
Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0. Tanah dengan pH rendah atau asam harus dinetralkan dulu dengan cara menebarkan kapur pertanian. Sebaliknya, tanah yang terlalu basa atau pH-nya tinggi bisa dinetralkan dengan cara menaburkan belerang ke lahan penanaman.
Saat ini ketinggian lahan tidak lagi menjadi masalah untuk menanam cabai. Secara umum, cabai bisa ditanam pada ketinggian lahan dari 1 – 2.000 m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang menyerang biasanya disebabkan oleh cendawan atau jamur. Sedangkan di lahan dataran rendah biasanya penyakit yang menyerang dipicu oleh bakteri.

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM


a. Tempat dan Waktu

Praktikum dilaksanakan di lahan jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya pada hari Senin tanggal 19 April 2010 jam 15. 45 WIB sampai dengan selesai.

b. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul, serta kamera untuk pengambilan data yang akan dijadikan lampiran. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit cabai yang akan diteliti.

c. Cara Kerja
1. Mengamati tanaman yang ada dilahan untuk mengetahui gejala – gejala kerusakan tanaman cabai.
2. Bloklah tanaman yang sakit tersebut, dan beri penjelasan mengenai cara perhitungan kerusakan mutlak ( persentase kerusakan ) dan kerusakan bervariasi ( intensitas serangan ).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil (Perhitungan Pertanaman)
1. Perhitungan Kerusakan Bervariasi ( Intensitas Serangan )

Tanaman 1
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 3 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 1 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 2 x 4 ) x 100%
4 x 6
= 0 + 0 + 2 + 0 + 8 x 100%
24
= 10 x 100%
24
= 41,67 %

Tanaman 2
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 5 x 0 ) + ( 1x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 0 x 4 ) x 100%
4 x 6
= 0 + 1 + 0 + 0 + 0 x 100%
24
= 1 x 100%
24
= 4, 16 %

Tanaman 3
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 18 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 4 x 4 ) x 100%
4 x 22
= 0 + 0 + 0 + 0 + 16 x 100%
88
= 16 x 100%
88
= 18,18 %

Tanaman 4
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 4 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 0 x 4 ) x 100%
4 x 4
= 0 + 0 + 0 + 0 + 0 x 100%
16
= 0 x 100%
16
= 0 %

Tanaman 5
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 4 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 1 x 4 ) x 100%
4 x 5
= 0 + 0 + 0 + 0 + 4 x 100%
20
= 4 x 100%
20
= 20 %

 Tanaman 6
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 10 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 0 x 4 ) x 100%
4 x 10
= 0 + 0 + 0 + 0 + 0 x 100%
40
= 0 x 100%
40
= 0 %

Tanaman 7
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 3 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 2 x 2 ) + ( 1 x 3 ) + ( 3 x 4 ) x 100%
4 x 9
= 0 + 0 + 4 + 3 + 12 x 100%
36
= 19 x 100%
36
= 52,78 %

 Tanaman 8
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 4 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 0 x 4 ) x 100%
4 x 4
= 0 + 0 + 0 + 0 + 0 x 100%
16
= 0 x 100%
16
= 0 %

Tanaman 9
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 7 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 2 x 4 ) x 100%
4 x 9
= 0 + 0 + 0 + 0 + 8 x 100%
36
= 8 x 100%
36
= 22,22 %

Tanaman 10
I = ε ( n x v ) x 100%
Z x N
= ( 3 x 0 ) + ( 0x 1 ) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 3 ) + ( 3 x 4 ) x 100%
4 x 6
= 0 + 0 + 0 + 0 + 12 x 100%
24
= 12 x 100%
24
= 50 %


2. Perhitungan Kerusakan Mutlak( Persentase Kerusakan )
 Tanaman 1

P = n x 100%
N
= 3 x 100%
6
= 50%

Tanaman 2
P = n x 100%
N
= 1 x 100%
6
= 16,67%

Tanaman 3
P = n x 100%
N
= 4 x 100%
22
= 18,18%

Tanaman 4
P = n x 100%
N
= 0 x 100%
4
= 0%

Tanaman 5
P = n x 100%
N
= 1 x 100%
5
= 20%

Tanaman 6
P = n x 100%
N
= 0 x 100%
10
= 0%

 Tanaman 7
P = n x 100%
N
= 6 x 100%
9
= 66,67%

 Tanaman 8
P = n x 100%
N
= 0 x 100%
4
= 0 %

Tanaman 9
P = n x 100%
N
= 2 x 100%
9
= 22,22 %

Tanaman 10
P = n x 100%
N
= 3 x 100%
6
= 50%

b. Pembahasan
Hambatan paling besar menanam cabai biasanya datang dari keberadaan hama dan penyakit yang seringkali membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa menyebabkan gagal produksi. Cukup banyak jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai ini dari fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak. Berikut adalah pembahasan mengenai penyakit utama pada tanaman cabai yang diamati. Sebagai budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabai tidak bisa terlepas dari pengendalian penyakit.
Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan, namun tidak sedikit dari para petani yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu keberhasilan budidayanya. Kerugian yang diakibatkan penyakit telah membuat tidak sedikit para petani yang bangkrut dan tidak mau membudidayakan tanaman cabai lagi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat serangan penyakit tanaman terhadap tanaman yang diamati adalah :
Pada tanaman 1, kerusakan bervariasi adalah 41,67% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman 1 telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan tanaman tersebut.
Pada tanaman 2, kerusakan bervariasi adalah 4,16% dan kerusakan mutlak sebesar 16,67, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 3, kerusakan bervariasi adalah 18,18% dan kerusakan mutlak sebesar 18,18%, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 4, kerusakan bervariasi adalah 0% dan kerusakan mutlak sebesar 0%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut aman dari serangan penyakit tanaman.
Pada tanaman 5, kerusakan bervariasi adalah 20% dan kerusakan mutlak sebesar 20%, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 6, kerusakan bervariasi adalah 0% dan kerusakan mutlak sebesar 0%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut aman dari serangan penyakit tanaman.
Pada tanaman 7, kerusakan bervariasi adalah 52,78% dan kerusakan mutlak sebesar 66,67%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang telah melewati ambang batas serangan hama sehingga tanaman tersebut butuh pengendalian yang lebih baik.
Pada tanaman 8, kerusakan bervariasi adalah 0% dan kerusakan mutlak sebesar 0%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut aman dari serangan penyakit tanaman.
Pada tanaman 9, kerusakan bervariasi adalah 22% dan kerusakan mutlak sebesar 22%, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 10, kerusakan bervariasi adalah 50% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan tanaman tersebut atau dapat dikatakan hampir mencapai amabang batas serangan penyakit.
Kerusakan – kerusakan diatas terjadi karena serangan dari penyakit – penyakit tanaman. Penyakit – penyakit tanaman tersebut adalah :

a. Penyakit Antraknosa ( Colletotrichum capsici ) Sydow.
Butler dan Bisby ( Fungi Imperfecti, Melanconiales ). Penyakit yang sering disebut pengakit kering buah ini, disebabkan oleh jenis jamur yang disebut Colletotricum piperatum atau C. Gloesporioides. Antrak ini sebetulnya tidak hanya menyerang buah cabai saja, tetapi juga menyerang bagian tanaman lain. Bagian yang diserang biasanya menunjukkan bercak mirip ” patek ” sehingga petani mempopulerkannya sebagai penyakit patek.
Tanda – tanda serangan penyakit Antranosa pada tanaman cabai :
 Jika menyerang buah, baik buah muda maupun buah tua atau masak akan menimbulkan bercak – bercak pada buah, dan bercak ini kian lama akan kian melebar. Pada akhirnya seluruh buah akan dipenuhi bercak dan lama – lama buah akan mengerut, mengeriting, warna buah berubah menjadi kehitaman dan membusuk. Seterusnya buah akan rontok sendiri dan keadaannya sangat memprihatinkan.
 Jika bercak pada buah itu diperhatikan, ternyata dibagian tengah bercak itu terlihat semacam jamur berwarna jingga atau kemerahan.
 Jika menyerang bagian daun tanaman, biasanya dimulai dari bagian ujung atau pucuk tanaman. Sebagaimana pada buah, serangan awal hanya timbul bercak saja, lama – lama akan melebar ke bawah dan akhirnya meliputi seluruh bagian tanaman yang lain. Jika sudah sampai tahap ini, mula – mula bagian tanaman yang diserang lebih awal akan mati dulu, kemudian disusul oleh bagian yang lainnya. Akhirnya seluruh tanaman akan mati dengan sendirinya.
 Jika kita perhatikan bercak pada bagian yang diserang antraknosa, akan terlihat bintik – bintik putih. Bintik – bintik inilah merupakan jamur C. capsici tersebut. Serangan penyakit Antraknosa bisa terjadi kapan saja. Namun menurut pengamatan di daerah Jawa Tengah serangan menghebat terjadi ketika curah hujan mulai meninggi (sekitar Januari). Sedangkan pada saat penyakit antraknosa tidak ditemukan (sekitar Maret-April). Berdasarkan pengalaman ini, maka dalam rangka menghadapi serangan antraknosa, sebaiknya penjagaan dilakukan ketika iklim mulai memasuki musim penghujan, dan kalau bisa waktu tanam juga diperhitungkan supaya tidak dilakukan pada saat musim hujan tetapi menjelang akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau.

b. Layu Bakteri
Bakteri penyebab layu merupakan penyakit kedua yang sangat meresahkan petani setelah antraknosa. Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solasearum yang serangannya ditandai dengan gejala layu pada tanaman cabai yang mengalami kesembuhan pada waktu sore hari, tetapi lama kelamaan kelayuannnya terjadi secara keseluruhan dan menetap.bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa – siasa tanaman, pengairan, nematoda, atau alat – alat pertanian. Selain itu bakteri ini mampu bertahan selama bertahun – tahun di dalam tanah dalam keadaan tidak aktif. Bakteri layu cepat meluas terutama di tanah dataran rendah, gejala kelayuan yang mendadak seringkali tidak diantisipasi. Tanaman yang sehat tiba – tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya langsung mati. Itulah gambaran serangan penyakit layu yang sangat menakutkan. Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang terserang, kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang di isi air bening. Apabila bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna cokelat susu berlendir semacam asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air.

c. Penyakit Bercak Daun Cabai ( Cercospora capsici ) (Fungi Imperfecti : Roniliales).
Penyakit bercak daun adalah penyakit yang banyak dijumpai pada cabai merah. Penyakit disebabkan oleh jamur Cercospora capsici. Jamur membentuk konidium berbentuk pada janjang bersekat 3 – 12 dengan ukuran 6 – 200 x 3 – 5m, konidiofor pendek bersekat 1 – 3.
Gejala pada daun terdapat bercak – bercak bulat kecil, kebasah – basahan. Bercak dapat meluas hingga mempunyai garis tengah 0,5 cm atau lebih, pusatnya berwarna pucat sampai putih dengan tepi yang lebih tua warnanya. Bercak – bercak yang tua dapat berlubang. Pada paprika tapak bercak mempunyai permukaan jalur – jalur sepusat, yang nampak jelas jika dilihat pada permukaan atas daun.
Apabila pada daun terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur, atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang, tangkai daun. Bisa juga bercak dijumpai pada buah tetapi sangat jarang timbul.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Pada praktikum yang dilakukan, maka dapat kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
• Pada tanaman cabai, hambatan terbesar yang dapat menurunkan hasil produksi tanaman adalah dengan adanya hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman tersebut.
• Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai sangat diperlukan agar tidak terjadi puso pada tanaman cabai.
• Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, pemilihan bibit/ benih yang unggul serta dapat juga dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan zat – zat kimia.
• Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 16o C – 32o C dan kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah.
• Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0.

b. Saran
Pada pengendalian penyakit tanaman pada cabai, sebaiknya penanaman cabai dilakukan di akhir musim hujan dan pada awal musim kemarau ( Maret – April ) hal ini dimaksudkan agar tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit misalnya antraknosa. Selain penanaman yang dilakukan pada awal musim kemarau, sebaiknya tanaman cabai ditanam dilahan yang agak miring agar tidak terjadi genangan air.



DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. 1994. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah – Buahan di Indonesia. Jakarta : BPS

Djarwangningsih, T. 1986. Jenis – Jenis Capsicum L. (Solanaceae) di Indonesia. Berita Biologi 3 (5) : 225-228

http:// id.wikipedia.org/wiki/Cabai

http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?

http://plantamor.com/ sistematika_cabai










Tidak ada komentar: